ada cangkir, hampir kering sisa semalam, terjaga berlama-lama cari jawab pada heningnya sepetak ruang, tempat berawal segala perjalanan. Diam.
ada asbak, meski bertumpuk rusuh tapi ia harus ada, agar tidak ada yang tercecer
ada dasi, terkapar atau memang sengaja dibuang karena tak begitu dimengerti: sejak jaman kolonial, simbol-simbol jadi awal dan alasan untuk berperang, kini dikenakan, sepertinya akrab dengan kekalahan
ada piring, diatasnya ada beberapa lembar adonan tepung yang mengering, untuk hidangan beberapa hari kedepan, kini tinggal beberapa lembar. Ada kenangan, tentang menu favorit diatas meja makan yang kini hilang satu persatu dimakan keadaan.
ada harapan, tak lagi menganggap mimpi sebagai hal yang menakutkan
ada sarang laba-laba, menggantung penuh misteri tanpa penghuni
ada setumpuk catatan, sisa pertengkaran: Do'a, keluh kesah, amarah dan umpatan.
ada senyum (milikmu) membayang bikin suasana lebih tenang
ada bendera, terlipat rapi diatas almari, sekedar jadi bumbu penyedap nasionalisme yang sering terlupa
ada imaji, nanti, ketika aku mati jasadku hilang tak ada yang mengenang, hanya lewat sajakku ini, orang jadi mengerti: namamu tak pernah letih kucari-cari