orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya (Pramoedya Ananta Toer)

About Me

My photo
seorang guru, peminum kopi, pembaca buku yang suka berjalan kaki

Anda pengunjung ke:

Friday, June 21, 2013

Dari musikalisasi puisi dan operet (bedah seni pertunjukkan lewat pengalaman Karter-Kartika Teater)

Saya masih bingung, sejak anak-anak Karter (Kartika Teater) berpartisipasi dalam suatu festival di Lawang, dalam festival itu terdapat dua kategori lomba, disebutkan disana "MUSIKALISASI PUISI", bukan teatrikalisasi puisi dan "OPERET" bukan drama musikal. Saya nulis ini bukan dalam rangka mengungkapkan kekecewaan atau protes dan semacamnya, kekalahan/kegagalan bagi saya adalah tidak ada, dan lewat sudut pandang saya anak-anak Karter sudah menang dari awal~perjuangan terhebat mereka adalah membentuk jati diri dan kebersamaan ditengah tekanan yang kerap mereka hadapi. Mereka menang.

Yang saya bingungkan sampai saat ini adalah pemilahan antara muskalisasi puisi dan teatrikal puisi, tanggal 19 Juni kemarin Mega Fadila dan Setya Hanif mewakili teman-temannya dari Karter (Kartika Teater) pada ajang musikalisasi puisi, dan dari paparan juri penilaiannya seputar koreografi dan konsep berkelompok dari peserta, dari hal inilah muncul kebingungan dalam diri saya. Musikalisasi puisi, musik-puisi yaitu penambahan nada pada penyajian-pembacaan puisi, bisa jadi adalah puisi yang diiringi musik atau bahkan puisi yang digubah dalam lagu. Jadi dari puisi yang dibacakan menimbulkan citra, ritme dan daya simbolik.

Sedang teatrikal puisi menurut saya lain lagi, lebih luas, bisa jadi unsur musik adalah bagian didalamnya lengkap dengan unsur gerak (koreografi)~dan kalaupun perlu ada terdapat pertimbangan pemilihan kostum, properti dan permainan cahaya. Teatrikal puisi pun akan menjadi sangat "greget" jika disajikan secara berkelompok, tidak sama seperti penyajian musikalisasi puisi yang dapat disajikan hingga sesederhana mungkin, seorang diripun bisa, bahkan tanpa alat musik sebagai pengiring. Saya bingung yang dilombakan kemarin itu musikalisasi puisi atau teatrikal puisi? Atau kita memang belum memiliki definisi untuk menjelaskan atau sekedar membedakan keduanya?

Dari om wiki saya dapati penjelasan musikalisasi puisi adalah puisi yang disajikan secara musikal, dibedakan dengan lagu puisi yang berarti melagukan puisi seperti ketika Bimbo menyanyikan puisi-puisi karya Taufik Ismail.

Sebenarnya musikalisasi puisi bukan barang baru di dunia seni, tidak perlu memperdebatkan bentuk penyajiannya: apakah suatu totalitas antara puisi dan nada atau sekedar pembacaan puisi yang diiringi musik, sebab gaya orang tentu berbeda dalam menyajikan puisi-musikalisasi puisi.

Toh, dari kalangan sastrawan sendiri masih terjadi perdebatan tentang hal ini, ada yang menganggap bahwa istilah "musikalisasi puisi" adalah rancu bahkan mengada-ada dengan alasan bahwa dalam puisi sendiri telah terdapat ritme, dan memang pada dasarnya tidak semua puisi bisa digubah dalam musik-tergantung amanat penulisnya.

Berlanjut dengan operet, istilah dari cabang drama yang sering terdengar di kampung-kampung dan sekolah-sekolah, tidak ada alasan yang dapat saya jelaskan tentang kenapa kelompok Karter (Kartika Teater) ini sering menampilkan "operet" daripada yang lain, hanyalah lantaran keterbatasan fasilitas. Tidak mungkin bagi Karter untuk mementaskan suatu naskah, agenda di sekolah seringnya adalah panggung terbuka yang sudah pasti adalah hiruk-pikuk penonton, sedang dalam pertunjukkan teater tentunya keheningan penonton menjadi suatu harapan.

Operet adalah pertunjukkan drama musikal yang cukup nyleneh dan sederhana, tidak menampilkan musik dan dialog secara live tapi menggunakan "lipsing" tekanannya pada gestur dan mimik. Mungkin ini juga merupakan penjelasan dari saya kepada seorang rekan yang sok "nyeni", memang tidak ada alasan apapun yang dapat digunakan sebagai penjelasan kenapa Karter (Kartika Teater) seringnya "menggarap" operet ketimbang naskah drama, selain menyikapi kesederhanaan yang ada.

Jadi penyajian operet ataupun bentuk drama yang lain pada dasarnya memiliki sudut pandang penilaian yang sama, yaitu bagaimana para aktor dan aktris mampu menyampaikan pesan dengan baik dan dapat diterima oleh penonton. Tulisan ini bukan bermaksud untuk protes dan meluapkan kekecewaan atau bahkan menjatuhkan pihak lain, saya pribadi tidak menargetkan kemenangan dalam festival operet di Lawang, pun membuka diri atas segala perlakuan dari pihak manapun (terkhusus bagi rekan-rekan yang sudah keseringan merendahkan Karter dan anggota-anggotanya, tidak ada kaitannya dengan festival operet di Lawang). Saya hanya memperkenalkan sebentuk perjuangan kepada anak-anak Karter (Kartika Teater) untuk selalu bersiap dengan masa depan. Salam merdeka.

No comments:

Post a Comment