Saya masih bingung, sejak anak-anak Karter (Kartika Teater)
berpartisipasi dalam suatu festival di Lawang, dalam festival itu
terdapat dua kategori lomba, disebutkan disana "MUSIKALISASI PUISI",
bukan teatrikalisasi puisi dan "OPERET" bukan drama musikal. Saya nulis
ini bukan dalam rangka mengungkapkan kekecewaan atau protes dan
semacamnya, kekalahan/kegagalan bagi saya adalah tidak ada, dan lewat
sudut pandang saya anak-anak Karter sudah menang dari awal~perjuangan
terhebat mereka adalah membentuk jati diri dan kebersamaan ditengah
tekanan yang kerap mereka hadapi. Mereka menang.
Yang
saya bingungkan sampai saat ini adalah pemilahan antara muskalisasi
puisi dan teatrikal puisi, tanggal 19 Juni kemarin Mega Fadila dan Setya
Hanif mewakili teman-temannya dari Karter (Kartika Teater) pada ajang
musikalisasi puisi, dan dari paparan juri penilaiannya seputar
koreografi dan konsep berkelompok dari peserta, dari hal inilah muncul
kebingungan dalam diri saya. Musikalisasi puisi, musik-puisi yaitu
penambahan nada pada penyajian-pembacaan puisi, bisa jadi adalah puisi
yang diiringi musik atau bahkan puisi yang digubah dalam lagu. Jadi dari
puisi yang dibacakan menimbulkan citra, ritme dan daya simbolik.
Sedang
teatrikal puisi menurut saya lain lagi, lebih luas, bisa jadi unsur
musik adalah bagian didalamnya lengkap dengan unsur gerak
(koreografi)~dan kalaupun perlu ada terdapat pertimbangan pemilihan
kostum, properti dan permainan cahaya. Teatrikal puisi pun akan menjadi
sangat "greget" jika disajikan secara berkelompok, tidak sama
seperti penyajian musikalisasi puisi yang dapat disajikan hingga
sesederhana mungkin, seorang diripun bisa, bahkan tanpa alat musik
sebagai pengiring. Saya bingung yang dilombakan kemarin itu musikalisasi
puisi atau teatrikal puisi? Atau kita memang belum memiliki definisi
untuk menjelaskan atau sekedar membedakan keduanya?
Dari om wiki
saya dapati penjelasan musikalisasi puisi adalah puisi yang disajikan
secara musikal, dibedakan dengan lagu puisi yang berarti melagukan puisi
seperti ketika Bimbo menyanyikan puisi-puisi karya Taufik Ismail.
Sebenarnya
musikalisasi puisi bukan barang baru di dunia seni, tidak perlu
memperdebatkan bentuk penyajiannya: apakah suatu totalitas antara puisi
dan nada atau sekedar pembacaan puisi yang diiringi musik, sebab gaya
orang tentu berbeda dalam menyajikan puisi-musikalisasi puisi.
Toh,
dari kalangan sastrawan sendiri masih terjadi perdebatan tentang hal
ini, ada yang menganggap bahwa istilah "musikalisasi puisi" adalah rancu
bahkan mengada-ada dengan alasan bahwa dalam puisi sendiri telah
terdapat ritme, dan memang pada dasarnya tidak semua puisi bisa digubah
dalam musik-tergantung amanat penulisnya.
Berlanjut
dengan operet, istilah dari cabang drama yang sering terdengar di
kampung-kampung dan sekolah-sekolah, tidak ada alasan yang dapat saya
jelaskan tentang kenapa kelompok Karter (Kartika Teater) ini sering
menampilkan "operet" daripada yang lain, hanyalah lantaran keterbatasan
fasilitas. Tidak mungkin bagi Karter untuk mementaskan suatu naskah,
agenda di sekolah seringnya adalah panggung terbuka yang sudah pasti
adalah hiruk-pikuk penonton, sedang dalam pertunjukkan teater tentunya
keheningan penonton menjadi suatu harapan.
Operet adalah pertunjukkan drama musikal yang cukup nyleneh dan sederhana, tidak menampilkan musik dan dialog secara live tapi menggunakan "lipsing" tekanannya pada gestur dan mimik. Mungkin ini juga merupakan penjelasan dari saya kepada seorang rekan yang sok "nyeni", memang tidak ada alasan apapun yang dapat digunakan sebagai penjelasan kenapa Karter (Kartika Teater) seringnya "menggarap" operet ketimbang naskah drama, selain menyikapi kesederhanaan yang ada.
Jadi penyajian operet ataupun bentuk drama yang lain pada dasarnya memiliki sudut pandang penilaian yang sama, yaitu bagaimana para aktor dan aktris mampu menyampaikan pesan dengan baik dan dapat diterima oleh penonton. Tulisan ini bukan bermaksud untuk protes dan meluapkan kekecewaan atau bahkan menjatuhkan
pihak lain, saya pribadi tidak menargetkan kemenangan dalam festival
operet di Lawang, pun membuka diri atas segala perlakuan dari pihak
manapun (terkhusus bagi rekan-rekan yang sudah keseringan merendahkan Karter dan anggota-anggotanya, tidak ada kaitannya dengan festival operet di Lawang).
Saya hanya memperkenalkan sebentuk perjuangan kepada anak-anak Karter
(Kartika Teater) untuk selalu bersiap dengan masa depan. Salam merdeka.
No comments:
Post a Comment