Pada dasarnya perdebatan antara materialisme dan idealisme telah
berakhir beberapa abad yang lalu dengan runtuhnya kekuatan komunis
soviet, ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin yang juga merupakan
tanda berakhirnya satu episode sejarah. Perang dingin.
Komunisme
memiliki dasar materialisme, ia merupakan bentuk revisi terhadap
sosialisme-ilmiah (Marxisme), sosialisme sendiri pada dasarnya adalah
bentuk idealis atau oleh Karl Marx disebut sebagai 'sosialisme utopis'.
Sosialisme merupakan reaksi dari ketimpangan yang dihasilkan oleh sistem
kapitalisme, kapitalisme juga memiliki dasar materialisme yang muncul
dari kalangan liberal untuk mendobrak kakunya sistem feodalism. Inilah
episode sejarah perdebatan antara materialisme dengan idealisme. Sekedar
intermezzo, kurang atau lebihnya saya mohon maaf.
Tulisan
(kali) ini tidak sedang mempertentangkan kembali antara Idealisme
dengan materialisme, tapi mencoba mencari perbandingan antara Idealisme
dengan pragmatisme dan idealisme dengan profesionalisme. Selalu saja
menjadi warna yang dramatis dalam realitas tentang
pertentangan-pertentangan, yang utama dan sering terlihat lugas adalah
antara idealisme dengan pragmatisme, tidak hanya dalam urusan partai
politik, tapi dalam dunia kerja, bahkan sangat mungkin diruang keluarga.
Saya mulai dengan idealisme, Idealisme
adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat
oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran
Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros, memandang
yang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas.
Sederhanya: "pikiran mempengaruhi keadaan". Secara etimologis, Idealisme
berasal dari kata 'ide' yang artinya adalah dunia di dalam jiwa
(Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan
merendahkan hal-hal yang materi dan fisik.
Idealisme memiliki dua
bentuk, yaitu idealisme aktif, yaitu idealisme yang melahirkan
insipirasi-inspirasi baru yang bisa dilakukan dalam realitas, sedangkan
idealisme pasif adalah idealisme yang hanya semu, tidak pernah bisa
diwujudkan, bersifat utopis saja.
Dalam realitas kehidupan, orang
yang-katakanlah: idealis, memilih sikap-sikap yang berusaha melawan
dominasi, sikap-sikap ini dapat dikelompokkan dalam dua type: frontal
dan moderat. Type frontal yaitu tetap keras pada pendirian dan
idealismenya dengan memperjuangkan nilai-nilai dan cita-citanya secara
konsisten. Kecenderungan yang dilakukan adalah bersikap keras terhadap
penyelewengan yang ada disekitarnya. Resiko yang dihadapinya adalah
adanya upaya-upaya orang lain untuk mendiskriditkanya, memojokannya
bahkan dikucilkan dari lingkungannya. Jika yang bersangkutan memiliki
gerbong, maka gerbongnyapun tak akan luput dari upaya-upaya untuk
dihancurkan arus utama.
type moderat yaitu berupaya tetap
mengikuti budaya yang ada dengan benteng moralitas dan idealisme yang
menjadi cita-citanya. Type seperti ini menghendaki adanya perbaikan
terus menerus dengan cara-cara yang elegan tanpa ada benturan yang keras
disana-sini. Berupaya tetap solid bersama orang-orang yang ingin
perbaikan melalui proses yang dapat diterima kalangan baik yang
pragmatis maupun frontal.
Pragmatisme,
adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala
sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada
akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan
demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting
melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada
individu-individu. Tidak ingin muncul atau terdapat perdebatan
demokratis yang berkepanjangan.
Dasar dari pragmatisme adalah
logika pengamatan, atau sederhananya, keadaan mempengaruhi pikiran,
tentu sangat materialistis. Dengan begitu filsafat pragmatis tidak mau
direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih
hal-hal yang bersifat metafisik. Teori pragmatis menyatakan bahwa 'apa
yang benar adalah apa yang berfungsi'.
Dalam realitas, orang
pragmatis selalu digambarkan dengan salah kaprah, sering digambarkan
dengan sosok yang simple, yang (padahal) sebenarnya penuh dengan
skenario dan intrik. Type pragmatis memiliki kecenderungan untuk
berperan dominan dan berlindung dibalik layar, katakanlah 'dalang'.
type
pragmatis setelah mengetahui bahwa realitas pekerjaan dapat
dipermainkan dengan aman demikepentingan pribadi maupun golongan. Type
seperti ini mengikuti arus utama dalam perhelatan yang terjadi dalam
institusi birokrasi, perusahaan, legislatif maupun yudikatif. Aksi
tipu-tipu, manipulasi, menerima suap maupun upeti merupakan budaya yang
biasa dalam kamus hidupnya.
Dan sampailah pada
profesionalisme, yang secara serampangan selalu saja diidentikkan dengan
pragmatisme, dan secara serampangan pula dipertentangkan dengan
idealisme.
Profesionalisme ialah sifat-sifat
(kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain)
sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional.
Profesionalisme berasal daripada profesion yang bermakna berhubungan
dengan profesion dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya,
(KBBI, 1994). Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran
atau kualiti dari seseorang yang profesional (Longman, 1987).
pemahamannya:
Profesional, ialah seseorang yang melakukan suatu (kegiatan, aktivitas,
usaha, pekerjaan) yang dilakukan untuk mendapatkan (nafkah,
kesenangan) atau memberi (konstribusi) dengan mengandalkan (keahlian,
keterampilan, kemahiran) yang tinggi dengan melibatkan komitmen pribadi
(moral) yang mendalam. Profesionalisme Lebih mengarah pada (spirit,
jiwa, sikap, karakter, semangat, nilai) yang dimiliki dari seorang yang
profesional.
Tanpa profesionalisme sebuah institusi, sebuah
organisasi, sebuah perusahaan tidak akan bertahan lama dan langgeng,
karena jiwa profesionalisme inilah yang menghidupkan setiap
aktivitas-aktivitas yang ada didalamnya.
Julukan profesional
sebenarnya bukan label yang kita berikan untuk diri sendiri melainkan
penilaian orang lain atas kinerja dan peforma yang kita tampilkan.
Profesional
tanpa idealisme adalah tidak mungkin, sebab profesionalisme butuh etika
untuk melaksanakannya, dan etika hanya akan didapat dari idealisme.
Simpel saja, dengan menaati aturan, nilai-nilai moral dan memegang teguh
hal hal tersebut maka kinerja seseorang dapat dikatakan profesional,
sesuai dengan profesinya. Salam berdaulat.
No comments:
Post a Comment