orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya (Pramoedya Ananta Toer)

About Me

My photo
seorang guru, peminum kopi, pembaca buku yang suka berjalan kaki

Anda pengunjung ke:

Idealisme-Pragmatisme-Profesionalisme

Pada dasarnya perdebatan antara materialisme dan idealisme telah berakhir beberapa abad yang lalu dengan runtuhnya kekuatan komunis soviet, ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin yang juga merupakan tanda berakhirnya satu episode sejarah. Perang dingin.
Komunisme memiliki dasar materialisme, ia merupakan bentuk revisi terhadap sosialisme-ilmiah (Marxisme), sosialisme sendiri pada dasarnya adalah bentuk idealis atau oleh Karl Marx disebut sebagai 'sosialisme utopis'. Sosialisme merupakan reaksi dari ketimpangan yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme, kapitalisme juga memiliki dasar materialisme yang muncul dari kalangan liberal untuk mendobrak kakunya sistem feodalism. Inilah episode sejarah perdebatan antara materialisme dengan idealisme. Sekedar intermezzo, kurang atau lebihnya saya mohon maaf.

Tulisan (kali) ini tidak sedang mempertentangkan kembali antara Idealisme dengan materialisme, tapi mencoba mencari perbandingan antara Idealisme dengan pragmatisme dan idealisme dengan profesionalisme. Selalu saja menjadi warna yang dramatis dalam realitas tentang pertentangan-pertentangan, yang utama dan sering terlihat lugas adalah antara idealisme dengan pragmatisme, tidak hanya dalam urusan partai politik, tapi dalam dunia kerja, bahkan sangat mungkin diruang keluarga.
Saya mulai dengan idealisme, Idealisme adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros, memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Sederhanya: "pikiran mempengaruhi keadaan". Secara etimologis, Idealisme berasal dari kata 'ide' yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik.
Idealisme memiliki dua bentuk, yaitu idealisme aktif, yaitu idealisme yang melahirkan insipirasi-inspirasi baru yang bisa dilakukan dalam realitas, sedangkan idealisme pasif adalah idealisme yang hanya semu, tidak pernah bisa diwujudkan, bersifat utopis saja.
Dalam realitas kehidupan, orang yang-katakanlah: idealis, memilih sikap-sikap yang berusaha melawan dominasi, sikap-sikap ini dapat dikelompokkan dalam dua type: frontal dan moderat. Type frontal yaitu tetap keras pada pendirian dan idealismenya dengan memperjuangkan nilai-nilai dan cita-citanya secara konsisten. Kecenderungan yang dilakukan adalah bersikap keras terhadap penyelewengan yang ada disekitarnya. Resiko yang dihadapinya adalah adanya upaya-upaya orang lain untuk mendiskriditkanya, memojokannya bahkan dikucilkan dari lingkungannya. Jika yang bersangkutan memiliki gerbong, maka gerbongnyapun tak akan luput dari upaya-upaya untuk dihancurkan arus utama.
type moderat yaitu berupaya tetap mengikuti budaya yang ada dengan benteng moralitas dan idealisme yang menjadi cita-citanya. Type seperti ini menghendaki adanya perbaikan terus menerus dengan cara-cara yang elegan tanpa ada benturan yang keras disana-sini. Berupaya tetap solid bersama orang-orang yang ingin perbaikan melalui proses yang dapat diterima kalangan baik yang pragmatis maupun frontal.

Pragmatisme, adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu. Tidak ingin muncul atau terdapat perdebatan demokratis yang berkepanjangan.
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, atau sederhananya, keadaan mempengaruhi pikiran, tentu sangat materialistis. Dengan begitu filsafat pragmatis tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih hal-hal yang bersifat metafisik. Teori pragmatis menyatakan bahwa 'apa yang benar adalah apa yang berfungsi'.
Dalam realitas, orang pragmatis selalu digambarkan dengan salah kaprah, sering digambarkan dengan sosok yang simple, yang (padahal) sebenarnya penuh dengan skenario dan intrik. Type pragmatis memiliki kecenderungan untuk berperan dominan dan berlindung dibalik layar, katakanlah 'dalang'.
type pragmatis setelah mengetahui bahwa realitas pekerjaan dapat dipermainkan dengan aman demikepentingan pribadi maupun golongan. Type seperti ini mengikuti arus utama dalam perhelatan yang terjadi dalam institusi birokrasi, perusahaan, legislatif maupun yudikatif. Aksi tipu-tipu, manipulasi, menerima suap maupun upeti merupakan budaya yang biasa dalam kamus hidupnya.

Dan sampailah pada profesionalisme, yang secara serampangan selalu saja diidentikkan dengan pragmatisme, dan secara serampangan pula dipertentangkan dengan idealisme.
Profesionalisme ialah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya ter­dapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional. Profesionalisme berasal daripada profesion yang bermakna berhubungan dengan profesion dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualiti dari seseorang yang profesional (Longman, 1987).
pemahamannya: Profesional, ialah seseorang yang melakukan suatu (kegiatan, aktivitas, usaha, pekerjaan) yang dilakukan untuk mendapatkan (nafkah, kesenangan) atau memberi (konstribusi) dengan mengandalkan (keahlian, keterampilan, kemahiran) yang tinggi dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Profesionalisme Lebih mengarah pada (spirit, jiwa, sikap, karakter, semangat, nilai) yang dimiliki dari seorang yang profesional.
Tanpa profesionalisme sebuah institusi, sebuah organisasi, sebuah perusahaan tidak akan bertahan lama dan langgeng, karena jiwa profesionalisme inilah yang menghidupkan setiap aktivitas-aktivitas yang ada didalamnya.
Julukan profesional sebenarnya bukan label yang kita berikan untuk diri sendiri melainkan penilaian orang lain atas kinerja dan peforma yang kita tampilkan.
Profesional tanpa idealisme adalah tidak mungkin, sebab profesionalisme butuh etika untuk melaksanakannya, dan etika hanya akan didapat dari idealisme. Simpel saja, dengan menaati aturan, nilai-nilai moral dan memegang teguh hal hal tersebut maka kinerja seseorang dapat dikatakan profesional, sesuai dengan profesinya. Salam berdaulat.

No comments:

Post a Comment