orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya (Pramoedya Ananta Toer)

About Me

My photo
seorang guru, peminum kopi, pembaca buku yang suka berjalan kaki

Anda pengunjung ke:

Tuesday, January 29, 2013

lihatkah (matamu) bocah-bocah malam itu?!

malam
gelapnya mengalir tepat lewat di pertigaan depan masjid,
ada sejarah disana, ditanam bersama pilar-pilarnya
sejarah, saksi dari duka-cita dimana darah tertumpah

setingkah bocah-bocah malam menghimpun receh
pesawat tempur meraung-raung diangkasa
dan benderaku gemulai ditiangnya

bocah-bocah malam
seharusnya mereka merdeka
mengisi ruang-ruang yang pantas bagi bangsa yang berdaulat
~kalau enggan untuk menempatkannya dalam lingkungan yang terhormat,
sebagaimana pernah aku dengar:
bangsa ini adalah bangsa yang berketuhanan
bangsa yang berperikemanusiaan
dan mencita-citakan keadilan sosial bagi se...
se... se siapa-siapa?

selembar surat kabar basah
jadi tempat duduk sementara
agar celana seragam tidak kotor oleh lumpur bekas hujan
besok dikenakan lagi buat sekolah
surat kabar harian bernilai apa dibandingkan dengan seragam sekolah
surat kabar hanya berisi pemberitahuan
bahwa para bangsawan negeri ini sedang asyik berpesta
bahwa para bangsawan menikmati benar hasil jarahan
bahwa negara merdeka sedang diserahkan nasibnya
untuk kembali dijajah-dijarah-diperkosa, astaga

tepat lewat di pertigaan depan masjid
malam tetap akrab dengan gelap
tetap setia dengan warnanya: hitam
sehitam kopi yang tersaji diatas meja warung
sehitam hari-hari bocah malam


[Didedikasikan kepada borjuasi anak negeri yang tak mampu berbagi, yang tak mampu mengusahakan perbaikan sesama. Malang, pertigaan Jl. Letjen S Parman, depan Masjid Jamik Blimbing]

Friday, January 25, 2013

mengenai senyummu, hilangnya kemana?

saya
sudah cukup lelah dengan semua ini
semoga dapat kita jumpai suatu hari
dimana bahagia senantiasa kita bagi
...................................................................................................
menyusuri separuh protokol
berharap cahaya menyambut langkah yang lelah

ada do'a mengapung bersama mendung

disaat seperti ini
menghadirkan bayangmu adalah kenikmatan
-aroma kopi jadi mirip kesturi,
jadi tambah romantis
disapa gerimis
padahal tambah hari tambah tragis

do'a tetap mengapung
bergema dilangit nusantara:
semoga, semoga-semoga
entah milik siapa
sedang aku
hanya punya sepasang sepatu berdebu
juga bayang senyummu

entah esok
esok hanyalah milik sang pemenang
hanya sang pemenang, untuk sang pemenang
hidup jadi lebih mirip perang
sekedar perang
untuk memunculkan pemenang
selebihnya adalah perbudakan

dalam perang
yang bertarung laki-laki
yang mati nanti juga laki-laki
kelak, sama-sama masuk neraka

senyummu jadi mesiu
atau tempat sandar yang hilang
sedetik aku mati karenanya
seberapa lama kutunggui kehadirannya?

aku melangkah
tak sanggup balik arah

Saturday, January 12, 2013

Suara-suara

Cahaya perlahan nyala
berawal dari merah, mengusir hitamnya gelap, diikuti yang lain, perlahan nyala
disana ada perempuan, tenang berdendang
lalu seorang lelaki, duduk terpekur, mata belum terpejam

sesaat diam, hening
lalu...

Lelaki    : Bagaimana hendak memulainya?
            Membuka peluang bagi suara-suara, agar gelap tak diam, agar hitam tak lagi jadi milik sang suram?

            (beranjak pelan, menghampar pandangan sebelum ia tumpahkan seluruhnya pada wanita)
            Kau jangan hanya diam, sebab harus ada peluang bagi suara-suara
            betapa keheningan menjelma lewat bait-bait yang tak terjamah
            (terus saja memandang wanita tenang)
            berkatalah, jangan hanya diam
            harus ada peluang bagi suara-suara, sedang gelap telah lumpuh oleh cahaya
            (jengah, tangannya berputar-putar mengisyaratkan keruwetan)

            harus berapa lama lagi untuk tetap diam mengorbankan waktu tanpa suara?
      
Perempuan : waktu hanya korban
             bukan pelaku
             sungguh, suara-suara itulah yang membunuh

Lelaki   : (tertawa sinis)
             dikirannya bicara apa? Ternyata ungkapan mabuk yang menuduh suara-suara sebagai pelaku
             bukankah sebaliknya?! Suara-suaralah yang bikin waktu jadi hidup?!

Perempuan: caci dan puji adalah suara, terbunuhlah sang waktu karenanya
              lalu, akan kemana lagi suara-suara kau tempatkan ketika waktu telah penuh dengan cacian dan
              pujian?

Lelaki   : ah, memang kau lebih menikmati diammu daripada menghidupkan waktu untuk suara-suara

Perempuan: kau penuh dengan prasangka, suara apa yang dapat hadir lewat prasangka jika sekedar cacian
              atau pujian?

Lelaki   : baiklah, baiklah
               diamlah kini, hanya lewat prasangka suara-suara muncul dalam perdebatan

Perempuan: dan waktu terbunuh

Lelaki     : iya, dan diamlah kini
                biarlah kini aku yang bersuara
                aku mau ceramah
                menghidupkan waktu dengan suara-suara
                agar gelap tak selalu dihuni resah

                biar aku isi kekosongan ini dengan orasi
                menghujat dengan pasti
                atau sekedar beri inspirasi
                agar hidup tak selalu sepi

                (bergegas, merapikan diri dan berdiri menantang kegelapan)
                kinilah
                saat seperti inilah
                ingin sekali kuperdengarkan suaraku
                agar gelap tak selalu penuh dengan kengerian
                dan suaraku
                mendobrak kebisuan yang kaku

                berkibarlah panji-panji kemenangan
                mengiring semangat yang berkobar-kobar
               
                aku tak ingin diam
                harus ada suara dalam gelap dan terang
               
Perempuan: lalu kau tikamkan kepada sang waktu
                  sungguh, suaramu jadi belati yang mencabik-cabik waktu yang sunyi
                  hingga batas, dimana akan kau cari lagi kedamaian-ketentraman tanpa suara-suara

                 bukankah telah pantas untuk diam?
                 Menghidupkan waktu dengan renungan-renungan
                 dan hidup tak selalu hina oleh cacian dan pujian

Lelaki       : (jengah, menghela nafas membuang kejengkelan)
                  berpihaklah kepadaku, sekali saja
                  agar aku mampu merangkai kata untuk suaraku
                  itupun untuk kau
     
Perempuan: selalu, aku selalu berada dipihakmu
                   setiap waktu aku selalu ada dipihakmu
                   meski suara-suara selalu membunuh sang waktu

Lelaki       : tapi kau selalu menentangku

Perempuan: haruskah aku tak menentang
                   sedang suara-suara membunuh sang waktu
                   dan kau penuh dengan prasangka?!

Lelaki       : prasangkaku itu untuk kebaikanmu, juga untuk waktu agar tak selalu terbunuh

Perempuan: lalu, bagaimana dengan segala caci-maki yang kau hujamkan?
                   Sekedar mengusir keheningan?
                   Bagaimana dengan pujian-pujian? Sekedar titipkan kalimat rayu?
                  
                   Baiknya kini diam, sebab suara-suara mengganggu kekhusyukkan
                   waktu, ia datang untukku, juga untukmu jadi tidak perlu kau ganggu dengan suara-suara
                   sungguh, itu bukan suatu yang perlu

Lelaki        : kaulah yang diam, dan biarkan aku bersuara

Perempuan: lalu kau kembali lagi ditempat segala bermula, mencari kedamaian dalam keheningan
                   sedang sang waktu telah kau bunuh dengan suara-suara
                  
                   bagiku,
                   biarkan waktu datang dengan diam
                   dan do'a, segala do'a meruang penuh dalam jiwa

Lelaki        : baiklah,
                   baiknya kini kita diam, biarkan waktu datang lewat keheningan

Wanita berdendang tenang, lelaki mencari-cari, cahaya redup perlahan hingga gelap dan tenang

Lelaki        : (dalam gelap)
                    harus ada peluang... kau bersuaralah!

Tuesday, January 8, 2013

Yang tersisa dibawah mendung

ada dendam mengendap
dibawah mendung yang mengapung

seperti biasa
jalanan tidak pernah ramah
kaupun,
sia-sia rasanya
membuka segenap kesempatan
yang tak pernah sekalipun kau lewati,
percuma

tidak perlu lagi menanti
permohonan maaf dan penjelasan yang tegas

biar,
sebab hidup tak pernah dipertanggung jawabkan
maka harap jumpa pada pengadilan akhir
dimana masing-masing dapat saling mendengar
deru tangis penyesalan

kita lanjutkan saja
keterasingan dan kesia-siaan