(I)
Secangkir kopi nikmat kiriman malaikat
seperti seribu tahun yang lalu
ketika ia tanam sebutir bibit dari surga
sebagai hadiah nikmat untuk manusia
yang penuh rasa dan cinta
kini, kuseduh nikmat yang hangat
dan tak lupa ucap syukur kepada Yang Maha Esa
pekatnya tak menghalangiku untuk mereguk
dan benarlah kata orang
secangkir kopi nikmat kiriman malaikat
mengajak untuk selalu mengingat
akan rasa dan cinta
mungkin untuk itulah malaikat
menanam sebutir bibit di tanah Ethiopia
selalu ingatlah akan cinta
bukan angkara
(II)
hadir di tepi malam
beralas tikar dalam temaram lentera
bersama sahabat
seabad segelas kopi
duduk disini
serasa sedang menjelajah
menerabas batas ruang dan waktu
kembali ke masa lalu
keluar dari batas wilayah kedaulatan
negriku
hingga kembali jatuh berkeluh kesah
akan lelah hati yang mengembara
dalam sejarah
disini nyata kutemukan
bingkai-bingkai nada dalam do’a
nyata kulihat
wajah-wajah pekerja menggurat tegas
datang melepas lelah
nyata kudengar
suara-suara penyapa malam
membahana dalam dahaga dan gelisah
tidak sedang bersama sastrawan dan wartawan
dalam tradisi Naguib
bukan pula sedang bercengkrama
dengan cendekiawan
melontarkan teori-teori filsafat
dan rumitnya politik
disini, bukanlah Kiva Han
Konstantinopel pada 1475
dengan segala gebalaunya
bukan pula di kafe-kafe pelataran kotamu
dengan segala kemilaunya
disini bersama petani dan anak-anak mimpi
bertukar kisah yang kian resah
inilah gubug warung kaki bukit
tempat kutemukan sahabat
seabad segelas kopi
(III)
panjang sejarah melarut
dalam hirup nikmat yang terkecap
ada rasa ada cinta
karena inilah seseorang menjadi manusia
oleh rasa, bangsa ingin berubah
dan berani menantang maut demi cinta
bagaimana gempita perlawanan
berawal dari secangkir nikmat?
tentu, hangatnya mengajak untuk selalu ingat:
hanyalah rasa dan cinta
yang menggugah kesadaran
manusia
dari tanah Mesir hingga warung pesisir
tempat pengembara menuliskan syair
(IV)
hanyalah karena rasa
yang dibiarkan mengendap
tertuang bahagia mengusir resah
inilah cinta
mengendap dalam hangat dan semerbak rindu
biarkanlah rasa mengalir tanpa ragu
karena nikmatnya hanyalah untukmu
(V)
berada disebuah meja
sudut malam kotamu
cangkir putih cantik
menyendiri suguhkan harum
didepan ada sepasang muda
berdua menjalin cinta
saling bertukar senyum dan manja
ada dua kuntum mawar
merekah merah
kedua-duanya tautkan kisah
akan rasa
yang pernah tumbuh
oleh asmara
ada dua lilin
dua – duanya diam membisu
berpijar tenang
menyerah pada alam
angin melintas bisu
aku hanyut dalam rindu
(VI)
kembali langkahku harus terhenti
bukan letih atau dahaga yang menyiksa
tapi aroma yang menggoda
kedai – kedai tempat bersinggah
selalu tawarkan nikmat pengusir resah
ada selembar menu yang harus dibaca
sajian dari seluruh belahan dunia
aku bak seorang raja
menerima upeti panen kopi
dari negeri – negeri terjajah
ramuan nikmat dari beragam bangsa:
Arabica, robusta, canephora, liberica
dan astaga!
Ini harga memang pantas untuk raja
bukan untuk pengembara
(VII)
hajo
kamoe melajoe
tak poenja kata temoe saat koe djamoe
lihatlah ramoe nikmat poenja bangsa jang sekarat
dalam gelas katja mengendap gelap
ah, terasa nikmat
apakah kaoe poenja?
Sebab kami tiada berpoenja
ini rasa poenja negara
kami hanja sanggoep oetjap merdeka
meramoe nikmat hanja oentoek bersahabat
djadi djangan engkaoe embat
(VIII)
qishr, kini sebut saja kisher
ramuan sahabat dari jazirah Arab
dirampas dari tangan – tangan bangsawan
tunjukkan rakyat berani melawan
tentu saja
orang mana yang ingin ditindas
hidup dengan hak yang terampas
ini kopi bikin mabuk
setengah ngantuk aku tulis sajak
ah, ternyata
ramuan ini memang pengganti anggur
dalam perjamuan di Palestina
tanah yang belum juga merdeka
ada perjuangan dalam aromanya
ada prinsip yang harus selalu dibela
inilah rasa dan cinta
hanya untuk manusia
(IX)
bersama kawan berbincang
pada sebuah gubug tepi jalan
menyambut malam sehabis hujan
hati berlayar jauh kedalam sebuah cangkir
bagai lembaran samudra yang menghitam
oleh kisah yang beragam
ada nada yang terdengar didalamnya
menyayat kelam tapi tenang
hampir tiada mampu untuk dimengerti
syair – syair yang bercerita tentang kepedihan
temukan nada tenang dalam sebuah cangkir
mendengar Eric Clapton, Gary Moore dan Jimmy Hendrix
seperti sedang berkeluh akan pahitnya hidup
sore pada gubug tepi jalan
blues mengalir bersama nikmat yang terhirup
(X)
kupikir: sungguh aneh perjamuan disini
secangkir kopi pahit tersaji hangat
lengkap dengan sepotong gula merah
orang – orang sibuk dalam cerita dan canda
tangan – tangannya memelintir tembakau
adapula yang pingin hanya ampas
buat melukis pada sebatang rokok
ternyata beginilah awalnya
awal yang baru kukenal
perjamuan awal secangkir kopi
bersama para petani
kuhirup pahit hitamnya hidup
lalu kugigit sedikit gula merah
seperti mengunyah manis hatimu
Oleh: Yoehan Rianto P.
No comments:
Post a Comment