(i)
Waktu seakan membeku
ketika kerlip mata itu datang melintas
Guntur terdengar malu bergemuruh
angin berhembus nakal
mengibaskan rasa berganti rindu
ada segurat warna yang tergores mesra
Dibawah rindang pohon cerry kutulis sajak ini
hanya untuk kembali tuangkan asmara
yang kerap membuat hati gelisah
hanya untuk tuangkan bisunya rasa
yang tersimpan dalam sepi
hanya untuk melempar jauh
rindu yang tumbuh
biar bertebar hilang
Senyummu melekat erat
tergambar jelas dalam hati yang merindu
Daun-daun ranggas berguguran
mendung semakin tebal
pertanda akan turun hujan
rinduku semakin menghujam
(ii)
Sepi tak lagi berarti
saat canda kembali terbaca
Hadir pula binar mata yang datang menyapa
memberi teduh dalam kegersangan malam
Betapa harum aroma kopi
mengalir lembut memberi nikmat
seperti meminum rindu yang kau beri
(iii)
Di tepi malam
kembali berkelana aku mencari gambarmu
menuangkan warna dan guratan-guratan yang ku rindu
kusapukan garis-garis agar merona
memercikan butir-butir kalimat tuk lukiskan wajahmu
Maaf atas kelancangan mimpi-mimpiku
yang tersembunyi di sudut hati
yang tak pernah kau hiraukan
Kita berdiri di musim yang sama
mengalir seirama asmara yang ku derita
(iv)
Kini aku berteduh pada rindangnya alam
kembali mencari gambar senyummu
seakan sedang menguaskan wajah ayu
pada sebidang kanvas rindu
menabur biru dan sedikit merah agar merekah
Ah, aku kembali melayang ringan
seperti asap putih tipis
lalu larut dan menghilang
Kini, apa beda keindahan dan keajaiban?
jika keduanya ada bersemayam dalam dirimu
Hampir semua kalimat tertulis hanya untuk menghadirkanmu
hampir, belum sepenuhnya
dan kembali kugoreskan tinta biru
yang selalu bercerita tentang rindu
(v)
Kita berdiri di bawah langit yang sama hitam
dapat kau lihat purnama datang mengintip
seakan menyibak tirai mendung
lihatlah, betapa perkasa ia disana
sama seperti cahaya wajahmu
yang mampu menuntunku kembali mengenal cinta
bintangpun redup oleh bening mata yang berkilau
Sudah seharusnya aku berterimakasih atas kehadiran cintamu
tak ada yang dapat kuberikan
hanya mampu katakan:
terima kasih atas cintamu
(vi)
Satu episode berjalan lambat
tapi berakhir cepat
meski waktu masih panjang membentang
Senyummu masih terlihat hangat
tiada keresahan menyertainya
itulah yang ku harap:
bertemu senyummu yang selalu hangat
Sudah terlampau jauh
untuk kembali pada kalimat awal
dan perjalanan ini terasa melelahkan
meski belum setengah jalan
ingat! waktu masih panjang
dan aku terus saja melangkah
mencari bayang mata yang berbinar manja
(vii)
bunga – bunga rumput
ungu warnanya
basah oleh hujan yang tadi datang
ada kupu terbang melayang
mentari menyaputkan hangat sinarnya
senyummu kembali datang
(viii)
aku tiada menulis pada sebuah kaca
penaku menari pada selembar angan
biarlah hati ini bermain dengan bayangmu
bermain dengan sikapmu
hingga lelah tersungkur merindu
penaku masih menari
mengalirkan kalimat
gambarmu dalam hatiku
diantara diam angan ada harapan
semoga esok langkah kita bertemu
sajak ini hanyalah kisah rinduku
tiada bermaksud untuk merayu
datanglah biarpun hari hujan
kan kusajikan seluruh rinduku hanya untukmu
langkahkan kaki itu
biarkan membekas dalam kisah
bukalah hati hanya untukku
hujanpun akan tahu
bahwa kau dan aku bertemu
(ix)
merajut selembar bayang ayu dalam kalbu
ada segurat senyum melekat hangat
ingin kudekap
peduli langit meratap
sebab ada cinta
bersatulah rindu dengan angin
hembusannya sejuk
mengusik batang – batang padi
langit lembut pesona hadirmu
jernih mentari pijar hangat tatapmu
sejuk kau beri aku senyum
inilah soneta asmara
terlukis indah gambaran cinta
bernada dalam warna dan kata
sayang, mari berdansa
No comments:
Post a Comment