About Me
- Yoehan Rianto Prasetyo
- seorang guru, peminum kopi, pembaca buku yang suka berjalan kaki
Anda pengunjung ke:
Friday, December 31, 2010
buritan kedai jalanan
cangkir diam
ada aroma sejarah yang ditafsirkan
deandels
bagaimana menulisnya?
mungkin caranya sama
seperti kerja paksa
kucelupkan
darah juang terdengar
(angkat cangkir)
"cheers" di buritan kedai jalanan
Saturday, December 25, 2010
mawar
tentang sekuntum mawar
gugur di puncak musim penghujan
tiada rintih tangisan
dan tawa tak terdengar
hanya diam
berharap kuncup ketegaran
rela melepas kepergian
Monday, December 20, 2010
Saksi mata
Saturday, December 4, 2010
Ku coba mengerti
dalam komposisi nada
ketika hujan mereda
ada suara
menanti sangkakala
kucoba untuk mengerti
langit merah-jingga
membingkai nuansa
yang tak terjamah
ada halilintar
menyambut gelapnya malam
selaksa genderang
mengiring khusyuknya alam
ranting-ranting bernyanyi
dalam bahasa yang tiada kumengerti
segala coba kumengerti
angin bersuara
air bersuara
daun dan bunga-bunga
rumput bersuara
segala bersuara dalam nada sunyi
aku coba untuk mengerti
tiada tawa dan tangis
hanya bernyanyi
lantunkan puji pada Yang Maha Suci
aku coba untuk mengerti
turut larut dalam simphoni
tenggelam khusyuk mengingat Ilahi Robbi
Friday, November 26, 2010
tangan, lisan dan surga
dua-duanya kusimpan dalam saku
biar selamat kau saat bersamaku
kusibukkan lisanku dengan shalawat
agar terhindar kita
dari segala caci saat berkata
surga
tempat segala bahagia
kesana langkah kaki mengarah
Saturday, October 23, 2010
Antara kita (cinta-diam)
dalam sana ada (juga) yang belum kujamah
~langit senja hampir memerah~
dalam sana, kota mu menyimpan kisah
kita (jadi) peran utama: drama asmara
ku sisakan penuh selembar
agar kisah tiada diam
semua perlu dicatat
semua dapat tempat
hadirmu
menjadi wewangi drama hidup
yang kurekam dalam sajak
harum tiada (pula) terlepas getir kesedihan
seperti sekuntum mawar yang menghias meja makan
tempat kita tuangkan segala kesadaran
atau,
seperti melati
yang menjadi pilihan
bagi sepasang pengantin di hari bahagia
indah,
‘laksa anggrek yang penyendiri
menghimpun hidup dirindang hutan
kau hadir menghimpun rindu di hati
semua perlu dicatat
semua dapat tempat
tentang gunung tempat daun tumbuh menghijau
dan dimana sungai-sungai mengalir
tentu, itu kota milikmu
tempat yang selalu kita kunjungi
hanya untuk sekedar melengkapi hidup
dengan kenangan
dalam sana
aku selalu menunggu
sembari lantunkan shalawat
ku nantikan sejuk senyuman
milikmu
dalam sana, kota berselimut kabut
tempat terlantun segenap do’a
mengiring asmara
lalu kita diam dalam jumpa
seakan tidak sedang bersama
pisah tercerai oleh rasa
kau diam
aku blingsatan
tapi
semua harus dicatat
semua harus dapat tempat
tentang kendaraan yang berlalu lalang
pertontonkan rumitnya hidup (dalam) keterasingan
~sementara kita diam~
gersang oleh kebekuan dan bimbang
lalu kau putuskan untuk hilang
sedang rindu terus menghujam
tentang mendung
dimana kota mu (selalu) berpayung
kotamu, hamparan tanah subur
tempat padi tumbuh dan jasad terkubur
tentang moncong-moncong senapan
(yang) perkasa menghadang kata-kata
di dalam sana, kota mu
tempat sang saka berkibar semestinya
sedang perut-perut (yang) lapar
terdiam (dalam) geram
tentang panji-panji kemunafikan
yang berkibar diantara bayi-bayi terbuang
diantara jiwa yang terlepas dari harapan
antara kau dan aku:
ada cinta yang diam
tentang riuh pesta
serta gemerlap tabur warna
adakah kita (selalu) bersama?
berdansa dalam canda
menimang-nimang angan
lalu saling pergi sebelum saling tikam
tiada perlu (kau) risau ‘tika membaca kisah
yang ku rangkum dalam sajak
(inipun kutulis di wilayah tiada bernama)
di batas kota kupalingkan wajah
dalam sana ada (juga) yang belum ku jamah:
hatimu yang dulu pernah jatuh merindu
kau dan aku (jadi) peran utama
(dalam) drama asmara
terselip dalam lipatan sejarah
~langit senja jadilah merah~
beriring shalawat do’a kupanjat
penuh harap: hati (yang) tabah tetap merekat
di sini masih (juga) kunanti
hatimu datang menepi
Sunday, October 17, 2010
ku bayang ujung akhir
betapa tempat paling nyaman
adalah ruang di rumah
aku hilang
lenyap terlelap dalam sajak
_______________________________________
mendung berkumpul
kenyal mengental
mentari hilang belum waktu
mendung terlalu
gelap terlalu
sedang siang belum berlalu
_______________________________________
bisu menghantam
runtuh beku
penyair dan penanya mati
beralas lembar kertas putih
tiada suatu yang tersembunyi
Friday, October 8, 2010
Sampan berdayung pada riak gelombang
Saturday, September 18, 2010
dzikir
dalam keheningan
agungkan kuasa suci
sujudku berserah
ya Rabb segala puji ku panjatkan
hanya kepadaMulah aku memohon
dalam lindunganmu sujudku
subhaana
Rabbiyal a'laa wabihamdihi
pulang
surat kecil cinta
siang, teriknya merubah segala jadi muram
gerah dan menyengat
tapi penuh warna
jalan panjang beraspal
menjadi hamparan kerontang
tiada kenal ampun
mencampur segala yang ada
debu
dalam hembusannya itu
sertakan serpih-serpih sisa hidup
sisa hidup
inilah
yang tiada akan kita bawa
hingga ke surga
sisa hidup, mengapung
berhambur
tiada ikut gugur
saat jasad terkubur
biarlah segala tertinggal dalam hidup
iklaskan segala yang pernah kita punya
termasuk cinta
sebab
… tiada janji dan jumpa di surga
karena di surga tiada kita kan perlu asmara
asmara cuman lahir di bumi
dimana segala berujung ditanah mati…
terima saja
segala yang kita punya hari ini
esok atau lusa pastilah kita lepas lagi
kekasih
sudah dari awal aku iklas kau pergi
manusia tidak berbondong-bondong
datang ke bumi
kita lahir seorang demi seorang
lalu pergi seorang demi seorang
kekasih
iklaskanlah cinta dalam hidup ini
kenangan
datang serupa duka
kadang pula membuatku gembira
meski tiada bahagia
kenangan
disana kita pernah tertawa
menangis pula kita disana
menahan ngeri hari depan
kenangan
seperti bunga yang hendak mekar
lalu kita cumbui ia dalam lamunan
sebelum kembali hilang
termakan jaman
kepada kawan
hanya kepadaku
jika jaman telah letih mengurusimu
datanglah
bersama
kita seduh kembali segala angan
tumpah ruah dalam harumnya persahabatan
secangkir nikmat memanglah milik bersama
ambilah jika dahaga menyeruak
muak oleh keadaan
datanglah kawan
aku selalu menunggu
dengan segala hormat
akan kusambut kau dengan senyuman
sebagai ganti belati dan tikaman
kawan,
hidup memanglah membosankan
dengan segenap rasa takut,
sakit dan keputusasaan
datanglah jika kau telah bosan
akupun telah bosan menunggumu kawan
seperti bosanku
untuk selalu takut dan putus asa
kawan,
bersama kita kan buang segala hal yang membosankan
lalu berdiri menantang
coba melawan
datanglah
sebagai kawan
bukan sebagai pedang
cinta untukmu
saat ku sebrangi sunyi
aku menantimu
di ujung senja tadi
tapi kau tiada datang jua
maka aku pergi
kembali menyeberangi sunyi
sembari menerka:
apa sebenarnya yang kau pilih
malam, sepinya telah jadi belati
menghujamkan perih di hati
aku pergi
seberangi sunyi
sampan ku dayung sendiri
dalam kesadaran
sajakku berkata:
cinta adalah kesanggupan
mencintai bintang harus jadi malam
mencintai air harus jadi sungai
mencintai angin harus jadi udara
mencintai belantara harus jadi gunung
mencintai bunga harus jadi harum
mencintai kamu haruslah menjadi aku
aku
orang malam yang tiada berpedang
hanya berpegang pada keyakinan
malam telah benar-benar hitam
aku menari bersama bayang-bayang
Sunday, September 5, 2010
cincin
Wednesday, June 23, 2010
Jalan Yang Kutuju (Hatimu Untuk Surga)
sambil melangkah
bibirku tiada henti dendangkan harap:
jika esok kau tiada disini
nanti ku jumpa di surga
dan bila esok pun masih enggan
aku masih tunggu
kan ku nyanyikan shalawat
seperti Adam
mencari Hawa yang dicinta
agar tiada sesat langkahku
menanti waktu berjumpa denganmu
Thursday, May 6, 2010
sajak sekuntum rasa dari tanah merdeka
berpikir:
adakah rasa yang mampu membikin kelopak menjadi duri
seperti juga menghadirkan bintang gumintang dalam terang siang
bagaimana mungkin
sekuntum mawar menabur anyir
jika harumnya memang tak dapat dibeli
dan pijar lilin tiada mungkin membeku
tidaklah mungkin gumintang bersanding dengan terang siang
seperti juga menghadirkan benci sekaligus dalam kesejukkan cinta
ini tanah merdeka
tiada siapapun berpunya
sebab, disinilah kini kita berada
ini mawar bukanlah pusaka
terimalah dengan hati yang terbuka
YR. Prasetyo
Thursday, April 15, 2010
Ceria Kemarau
Apa kabar Jogja?
Di Malang sudah bertabur capung
belalang beribu-ribu keluar sarang
sawahpun menguning
Lantunan music country
setiap hari mengiringi panas mentari
Apa kabar Nusantara?
Kemarau yang ceria menyapamu
jangan menunggu mendung
esok pasti akan datang sendiri
Langit kembali membiru
pertanda rindu masih berlabuh
Oleh: YR Prasetyo
Tuesday, April 13, 2010
bunga untuknya
Sunday, April 11, 2010
deru angin
Tuesday, April 6, 2010
Kerudung merah cinta
kerudung merah semakin aku cinta
berbalut kabut putih busana hati
semakin setia aku ‘tresnani’ kamu
setiap saat ingin kuucap
kuncup rasa yang tumbuh didada
biar haru membeku
biarkan terbakar habis cemburu
tiada perlu hirau rindu
cintaku memang selalu untukmu
kerudung merah semakin aku cinta
membalut ayu tanah negriku
sutra putih busana hati
berkibarlah asmara karenamu
kerudung merah kusunting dirimu
oleh: Y. R. Prasetyo
untukmu kekasihku, untukmu bangsaku, untukmu tanah airku
Sunday, March 28, 2010
Bila kau bertanya tentang senyumku
Bila kau bertanya tentang senyumku
ia bersembunyi didalam lubuk hati
Jangan menatap mataku yang beku
dengarlah dari tuturku
bacalah sajakku dengan sunyimu
bukan dengan resahmu
Bila kau bertanya tentang senyumku
ia bersembunyi di lubuk hati
mendekam sepi
tiada sanggup lagi untuk bernyanyi
Ada angan yang nikmat
diam dan keras terpendam
hingga berat untuk kutinggalkan
ada harapan yang kusut
membuat mataku selalu berkabut
kaku dan beku dalam tatapku
Bila masih saja kau tanya,
dalam hati senyumku terkubur
oleh: Y. R. Prasetyo