tak ada yang dapat dan ingin kukenang
ini negeri ilalang, sebentar juga~kurasa akan hilang
beranjak lewat setapak
dari Parangtritis, Kute lalu Balekambang
dari Pasar Turi hingga Klewer
malas aku kenang
tak nyaman rasa hati meski rindu menggenang
sudahlah,
malam ini kopi ku habis tinggal ampas
dan masih juga berpikir
tentang kesadaran yang tak wajar
kesadaran yang memberi selintas batas
dengan mereka 'yang pada umumnya'
masih di tepi jalan
memandangi roda-roda lari berkejaran
sayang-sayang malas kukenang
bayang mengambang
perlahan ingin kutinggalkan
disini, ditepi jalan
membaca Pram dan derita buangan
lalu bergumam: aku ini binatang jalang
dari kumpulannya terbuang
roda-roda masih lari berkejaran
jalanan jadi ramai oleh lalu-lalang
membuang pandang sekedar tak ingin mengenang
menunggu kabar dari Siberia dan Palestina
semoga masih ada semangat juang dan kemanusiaan
akupun rindu kemerdekaan
sebagaimana aku merindu tentang keadilan
tapi, mau bagaimana lagi
senyatanya hidup hanya kujumpai permainan
ah, terlalu lama bergumam
pikiran melayang di awang-awang
hingga aku lupa:
jalan untuk pulang
About Me
- Yoehan Rianto Prasetyo
- seorang guru, peminum kopi, pembaca buku yang suka berjalan kaki
Anda pengunjung ke:
Saturday, April 28, 2012
Wednesday, April 25, 2012
Ya sudah
Air jernih mengalir
ya tiada mengapa
sejuk angin berhembus
ya biar
purnama melambung pelan-perlahan
tak resah sebab karenanya malam jadi indah,
seindah rasa yang dulu (pernah) datang
~kini; redup, hilang
ya tiada mengapa,
biar kubawa diam
masih juga menunggu puncak malam
diiring nada lewat tarian jemari
coba (ku)nikmati (ke)sepian ini
hanya sendiri
diantara segala yang berlalu
ya tiada mengapa
jembatan kayu jadi saksi bisu
langkah(ku) kian ragu
sedang didepan sana sang saka
berkibar malu-malu
"tersalamkan kedaulatan penuh persahabatan
kepada seluruh bangsa di dunia:
kami, ya Indonesia, masih ada"
setapak jalan jadi persemaian kuncup-kuncup bunga bangsa
ya, bangsa, bangsa yang besar
guguran daun cemara
bikin subur tanah air yang entah milik siapa
ya sudah
hampir malam buta
sepi semakin menjadi
ya sudah
biar nikmat setiap duka
(ku)titip rindu-cemburu dalam do'a
dan kata-kata ikut berlalu
ya sudah
masih tersisa kata sekedarnya saja
sekedar untuk nanti
untuk nyatakan
malam melambat
(ke)sepian semakin rekat tersemat
ya sudah
tiada mengapa
kesendirian adalah kehadiran
(pinus dan cemara seakan jadi pilar-pilar yang tegar diantara keheningan malam, sepasang sepatu lusuh berdebu jadi tambah letih untuk selalu menjauh dari kerlip lampu-lampu yang menyala satu persatu menyambut malam. Meja kayu dan kursi batu, secangkir kopi hangat tawarkan aroma tuk sekedar hiasi rindu, lalu unggun perlahan padam, isyaratkan tuk selalu diam dalam kesendirian. Ya sudah, semoga saja tersampaikan salam segenap rindu~sedang langkah semakin ragu)
ya tiada mengapa
sejuk angin berhembus
ya biar
purnama melambung pelan-perlahan
tak resah sebab karenanya malam jadi indah,
seindah rasa yang dulu (pernah) datang
~kini; redup, hilang
ya tiada mengapa,
biar kubawa diam
masih juga menunggu puncak malam
diiring nada lewat tarian jemari
coba (ku)nikmati (ke)sepian ini
hanya sendiri
diantara segala yang berlalu
ya tiada mengapa
jembatan kayu jadi saksi bisu
langkah(ku) kian ragu
sedang didepan sana sang saka
berkibar malu-malu
"tersalamkan kedaulatan penuh persahabatan
kepada seluruh bangsa di dunia:
kami, ya Indonesia, masih ada"
setapak jalan jadi persemaian kuncup-kuncup bunga bangsa
ya, bangsa, bangsa yang besar
guguran daun cemara
bikin subur tanah air yang entah milik siapa
ya sudah
hampir malam buta
sepi semakin menjadi
ya sudah
biar nikmat setiap duka
(ku)titip rindu-cemburu dalam do'a
dan kata-kata ikut berlalu
ya sudah
masih tersisa kata sekedarnya saja
sekedar untuk nanti
untuk nyatakan
malam melambat
(ke)sepian semakin rekat tersemat
ya sudah
tiada mengapa
kesendirian adalah kehadiran
(pinus dan cemara seakan jadi pilar-pilar yang tegar diantara keheningan malam, sepasang sepatu lusuh berdebu jadi tambah letih untuk selalu menjauh dari kerlip lampu-lampu yang menyala satu persatu menyambut malam. Meja kayu dan kursi batu, secangkir kopi hangat tawarkan aroma tuk sekedar hiasi rindu, lalu unggun perlahan padam, isyaratkan tuk selalu diam dalam kesendirian. Ya sudah, semoga saja tersampaikan salam segenap rindu~sedang langkah semakin ragu)
Wednesday, April 18, 2012
patah
yang patah, entah
hilang arah
nyanyian cinta jadi resah
~tetap saja terdengar:
ya, resah
jari jemari tetap menari
memetik nada
meski mendesah gamang
-------------------------------------------------------------------------------------------
yang patah, entah
hati lelah pikiran pecah
ya patah
tak bernada hanya suara
ah, ikhlas, ya tanpa batas
hilang arah
nyanyian cinta jadi resah
~tetap saja terdengar:
ya, resah
jari jemari tetap menari
memetik nada
meski mendesah gamang
-------------------------------------------------------------------------------------------
yang patah, entah
hati lelah pikiran pecah
ya patah
tak bernada hanya suara
ah, ikhlas, ya tanpa batas
Subscribe to:
Posts (Atom)