(I)
Mungkin hanya sekedar kesempatan
tidak lagi menyapamu dari kejauhan
kini aku lebih suka mengembara
jauh, dan lebih tinggi
sekedar memandangimu
kadang tergesa kau melangkah
atau diam-menanti entah siapa
jarang kutemui senyummu terlepas untukku
tapi, senang juga melihatmu bahagia
tanpa harus aku campuri
meski bukan caraku untuk menyayangi,
biar,
aku temani kau dari sini
kepada yang paling jauh:
ku dekatkan hatiku
(II)
jika rindu adalah jarak terdekat untuk menemuimu
maka akan aku tempuh
jika cinta bukan untukku, biarlah mata kupejam
sungguh tak berani kutanggung cemburu
(III)
ada canda
tadi,
sementara angin bisikan namamu
jadinya ingat senyummu
yang kini jadi barang langka
aku berlalu
pergi setelah mendapati kerlingmu
tentu, dari jauh,
takut mengganggu
dan kibaran bendera menghiburku
padanya kutitipkan salam:
cinta merdeka
untukmu
selalu
(IV)
sajak ini hanyalah salam cinta
mungkin tidak akan pernah terbaca
pun tak berharap lebih
hanya sekedar pamungkas
meski hidup tidak akan pernah tuntas
About Me
- Yoehan Rianto Prasetyo
- seorang guru, peminum kopi, pembaca buku yang suka berjalan kaki
Anda pengunjung ke:
Thursday, February 14, 2013
Friday, February 8, 2013
Ketemu batas
mungkin nanti
atau kini
wedang jahe terhidang pada batas
antara aku, kau dan bendera itu
juga batas mengenai kesombongan
atau ketidak tahuan
bahkan ketidak mau tahuan
: menurutku itu batas
antara kemanusiaan dan kesetanan
atau kini
wedang jahe terhidang pada batas
antara aku, kau dan bendera itu
juga batas mengenai kesombongan
atau ketidak tahuan
bahkan ketidak mau tahuan
: menurutku itu batas
antara kemanusiaan dan kesetanan
Monday, February 4, 2013
suatu malam di stasiun
a... pakah ini...
aku sedang melihat bangunan idealisme yang runtuh
orang berjalan sama-sama tanpa impian, tanpa gagasan
bibir mereka bergerak-gerak hendak berucap
tapi hatinya diam-pikirnya hanya satu jalan
aku mendapati hidup yang hanya dua warna
hitam-putihnya pun tak dipertegas
aku terhenti pada rel paradoks
mendapati gerbong-gerbong kemanusiaan menyimpan kebengisan
dan orang-orang berdiri mengantri
ada yang masuk juga ada yang keluar
entah, masing-masing membawa tujuan
hanya aku yang terpekur
dengan punggung yang tersandar pada tiang lampu jalan
aku sedang melihat bangunan idealisme yang runtuh
orang berjalan sama-sama tanpa impian, tanpa gagasan
bibir mereka bergerak-gerak hendak berucap
tapi hatinya diam-pikirnya hanya satu jalan
aku mendapati hidup yang hanya dua warna
hitam-putihnya pun tak dipertegas
aku terhenti pada rel paradoks
mendapati gerbong-gerbong kemanusiaan menyimpan kebengisan
dan orang-orang berdiri mengantri
ada yang masuk juga ada yang keluar
entah, masing-masing membawa tujuan
hanya aku yang terpekur
dengan punggung yang tersandar pada tiang lampu jalan
Subscribe to:
Posts (Atom)