akulah debu
sia-sia bertabur
atau hinggap dimatamu
bikin perih-gersang
tiada mudah juga beri maaf
sebab hina diri dinista
mereka, entah mengapa
pasti
sajakku bertabur aksara
About Me
- Yoehan Rianto Prasetyo
- seorang guru, peminum kopi, pembaca buku yang suka berjalan kaki
Anda pengunjung ke:
Sunday, July 31, 2011
pagiku - rindu hadirmu
pagi
masih seperti biasa
matahari membagi cahaya
asing warnanya
dingin
ada rindu mengalir dalam urat nadi
ketika engkau kuinginkan kembali menyapa
kau, yang entah dimana
seperti lirih berbisik dalam sunyi
kau ada dimana
entah
berapa pagi lagi akan kulalui
sekedar merindui
dingin
warna matahari semakin asing
ramah-ceria sapamu terngiang:
aku merindui kekasih orang
masih seperti biasa
matahari membagi cahaya
asing warnanya
dingin
ada rindu mengalir dalam urat nadi
ketika engkau kuinginkan kembali menyapa
kau, yang entah dimana
seperti lirih berbisik dalam sunyi
kau ada dimana
entah
berapa pagi lagi akan kulalui
sekedar merindui
dingin
warna matahari semakin asing
ramah-ceria sapamu terngiang:
aku merindui kekasih orang
Saturday, July 30, 2011
Indonesiaku (dari permukaan cangkir)
ada aroma
tersaji dalam secangkir nikmat
mengisi bincang kedaulatan,
irama juang berkisah:
tinggi gunung menjulang indah
warna-warna bunga bertebar
diantara hijau rumput
dan riak-riak gelombang telaga,
sampan mengalir tenang
rimbun belantara seakan pusaka
inilah nusantara
samudera amanat Sang Pencipta
senyum ceria bocah-bocah disekolah
bersambut kibaran sang saka
kabut merayap lambat
-hening,
aku melihat Indonesia mengapung
di permukaan cangkir kopiku
tersaji dalam secangkir nikmat
mengisi bincang kedaulatan,
irama juang berkisah:
tinggi gunung menjulang indah
warna-warna bunga bertebar
diantara hijau rumput
dan riak-riak gelombang telaga,
sampan mengalir tenang
rimbun belantara seakan pusaka
inilah nusantara
samudera amanat Sang Pencipta
senyum ceria bocah-bocah disekolah
bersambut kibaran sang saka
kabut merayap lambat
-hening,
aku melihat Indonesia mengapung
di permukaan cangkir kopiku
ngobrol
belum separuh malam berjalan
ada tanya menyeruak dalam keheningan:
kenapa pula kita masih bertahan disini?
Seakan mencampuri perang
dimana tak ada siapapun peduli,
ah, kawan
hidup ini beriring dalam satu simponi
kita disini sebab ada yang kita cintai
*obrolan ini terjadi disebuah warung kopi, sekali lagi mencoba membuka garis batas antara mimpi dan yang nyata demi kepedulian anak-anak negeri, siapa yang peduli...
ada tanya menyeruak dalam keheningan:
kenapa pula kita masih bertahan disini?
Seakan mencampuri perang
dimana tak ada siapapun peduli,
ah, kawan
hidup ini beriring dalam satu simponi
kita disini sebab ada yang kita cintai
*obrolan ini terjadi disebuah warung kopi, sekali lagi mencoba membuka garis batas antara mimpi dan yang nyata demi kepedulian anak-anak negeri, siapa yang peduli...
Friday, July 29, 2011
tiada kata
semalam saja tak kuingin
ada semacam kebisuan dihati
dan bintang gumintang bercadar mendung
pikiran tiada dapat terjemahkan rasa
serasa hampa
dingin
hanya semalam saja
cukup semalam
selanjutnya ingin kutemukan kata
kugoreskan dengan terbuka
meski harus bertintakan darah
ada semacam kebisuan dihati
dan bintang gumintang bercadar mendung
pikiran tiada dapat terjemahkan rasa
serasa hampa
dingin
hanya semalam saja
cukup semalam
selanjutnya ingin kutemukan kata
kugoreskan dengan terbuka
meski harus bertintakan darah
sajak untuk esok
bukankah kita sedang tak mengerti:
satu persatu kita datang mengisi
dunia ini jadi tak sepi,
lalu kita tunggui
sangkakala berbunyi
(esok pagi, masihkah akan kita lalui?)
tentang kita
sia-sia kau pahami aku dengan kata-kata yang menghujat
disela kenangan ini masih lebat akan ilalang
senyummu tiada hilang, sayang
menjelma dalam sajakku
lalu kita hanya diam
memandangi arah yang sama:
dimana matahari selalu lelap terbenam
cakrawala jadi bertabur cahaya
sementara kabut mulai merambat turun jadi tirai
kita menelantarkan hati yang pernah kita miliki
tiada bersuara
sekedar berpasrah dalam do'a
disela kenangan ini masih lebat akan ilalang
senyummu tiada hilang, sayang
menjelma dalam sajakku
lalu kita hanya diam
memandangi arah yang sama:
dimana matahari selalu lelap terbenam
cakrawala jadi bertabur cahaya
sementara kabut mulai merambat turun jadi tirai
kita menelantarkan hati yang pernah kita miliki
tiada bersuara
sekedar berpasrah dalam do'a
Thursday, July 28, 2011
Sang sutradara
lelaki ini mengawasimu dari kesunyian
membaca setiap gerik tingkah dan bibirmu
seakan menanti suatu saat
suatu saat yang dikata 'kemenangan':
"hati ini seumpama pedang
siap hadang-melawan"
menyimak tiap-tiap adegan
perlahan-pelan
tenang
kau-mereka ada di depan
sedang kemenangan telah tergenggam
sang sutradara kembali ke permukaan
kesadaran-juang
harus selalu ada gerakan
sebab dengan diam
matipun datang menjelang
membaca setiap gerik tingkah dan bibirmu
seakan menanti suatu saat
suatu saat yang dikata 'kemenangan':
"hati ini seumpama pedang
siap hadang-melawan"
menyimak tiap-tiap adegan
perlahan-pelan
tenang
kau-mereka ada di depan
sedang kemenangan telah tergenggam
sang sutradara kembali ke permukaan
kesadaran-juang
harus selalu ada gerakan
sebab dengan diam
matipun datang menjelang
Tuesday, July 26, 2011
beberapa kata untukmu
kulayangkan beberapa patah kata
semoga mudah untuk kau pahami
baru sekali ini aku mampu sadari:
heningku mengusik khusukmu
kupikir pula, itu telah lama runtuh
~kau tak lagi khusuk berdo'a, bukan?
ini kata hanya barisan aksara
sekedar ungkapkan rasa
semoga mudah untuk kau pahami,
setahuku: kau tiada pernah peduli,
selalu saja menatapku yang penuh hina
tapi,
inilah aku
sebagaimana aku pernah datang dulu
tiada patut rasanya mengumpat pada mendung
dia datang bergumpal-gumpal dengan tenangnya
bagaimana dapat kau pahami mendung
dimana senantiasa kau berpayung
memahaminya yang diam-tenang
sementara kita menunggui dia menyiram
tiada ingin kering menggersang
beberapa patah kata
sekedar terjemahkan hati yang bersuara:
kepadamu kuharapkan segenap cinta
janganlah diri senantiasa kau hina
semoga mudah untuk kau pahami
baru sekali ini aku mampu sadari:
heningku mengusik khusukmu
kupikir pula, itu telah lama runtuh
~kau tak lagi khusuk berdo'a, bukan?
ini kata hanya barisan aksara
sekedar ungkapkan rasa
semoga mudah untuk kau pahami,
setahuku: kau tiada pernah peduli,
selalu saja menatapku yang penuh hina
tapi,
inilah aku
sebagaimana aku pernah datang dulu
tiada patut rasanya mengumpat pada mendung
dia datang bergumpal-gumpal dengan tenangnya
bagaimana dapat kau pahami mendung
dimana senantiasa kau berpayung
memahaminya yang diam-tenang
sementara kita menunggui dia menyiram
tiada ingin kering menggersang
beberapa patah kata
sekedar terjemahkan hati yang bersuara:
kepadamu kuharapkan segenap cinta
janganlah diri senantiasa kau hina
Friday, July 22, 2011
sajak seorang abdi kepada Tuhannya
Tuhanku,
ijinkanlah aku hamburkan aksara:
sekedar ungkapkan resah
atau untuk pertanyakan gundah
Tuhanku,
ijinkanlah aku mengurai makna dengan kata
sekedar mengumpat pada para penguasa
merokok
cukup dalam terhisap nikmat melekat asap pekat
bersandar kedaulatan yang tiada kan terjamah oleh siapa
lewat sebatang, angan menyala-nyala
sepi terusik sunyi
coba hisap lagi
~buruh turun kejalan, menentang
diujung tinggal abu
petani terganggu RUU
dari selembar daun kering
ada rasa
menggeliat
berontak
ini kretek serasa nikmat
bersandar kedaulatan yang tiada kan terjamah oleh siapa
lewat sebatang, angan menyala-nyala
sepi terusik sunyi
coba hisap lagi
~buruh turun kejalan, menentang
diujung tinggal abu
petani terganggu RUU
dari selembar daun kering
ada rasa
menggeliat
berontak
ini kretek serasa nikmat
Thursday, July 21, 2011
sajak musim
bilakah
yang entah mengapa
guguran daun menua diujung musim kemarin
tak sekedar meranggas sia sia
~terpupuk subur tanah bumimu, nusantara
dan kelopak bunga terbuka
menyambut siraman hangat cahaya matahari
musim senantiasa berganti
isyaratkan untuk selalu berbagi
Friday, July 15, 2011
suatu (ketika) jumpa: kita
menjelang redup matahari dikota milikmu
kita masih berdiri di batas yang sama,
bersama mencari irama yang sama:
ku petik nada dari gitarku-kau bacakan sajak
seakan tumpah segala harap di hati masing-masing
tak ada yang bertanya
sebab kita telah lama mengerti:
warna pelangi tak kan terlihat lagi
tak perlu untuk selalu menanti
atau kita petik kuncup warna seruni,
lalu menebarkannya sekedar mengganti pelangi
agar langit tak terlihat sepi
kau, tetaplah membaca sajak
mengiringi matahari yang terkantuk-kantuk
akan kupetikkan nada hingga langit berhias bintang
sayang, biarlah sekedar kudengar kau bersajak
sembari kupandangi ramah senyummu dari jauh
kita masih berdiri di batas yang sama,
bersama mencari irama yang sama:
ku petik nada dari gitarku-kau bacakan sajak
seakan tumpah segala harap di hati masing-masing
tak ada yang bertanya
sebab kita telah lama mengerti:
warna pelangi tak kan terlihat lagi
tak perlu untuk selalu menanti
atau kita petik kuncup warna seruni,
lalu menebarkannya sekedar mengganti pelangi
agar langit tak terlihat sepi
kau, tetaplah membaca sajak
mengiringi matahari yang terkantuk-kantuk
akan kupetikkan nada hingga langit berhias bintang
sayang, biarlah sekedar kudengar kau bersajak
sembari kupandangi ramah senyummu dari jauh
Wednesday, July 13, 2011
sajak dari lereng gunung
selembar daun telah gugur
pertanda musim kian renta
kita duduk mengawasi kabut mendung
perlahan menutup kota diam,
perlahan pula kita sadari akan suatu ketika,
suatu ketika yang telah lama kita kenal:
kau menghimpun ranting-aku menulis sajak
hening kita diam tanpa tegur sapa
~ketika itu, kau ada dimana?
Aku sedang coba menyusup dalam otak dan hatimu
tapi, kita tetap saja diam
lembayung senja berwarna merah
masih juga kita awasi mendung yang perlahan turun
didepan sana kota diam~mungkin sedang basah,
hujan senantiasa menyiram
kita tetap diam
hanya sajak bercerita
tentang hati yang karam
pertanda musim kian renta
kita duduk mengawasi kabut mendung
perlahan menutup kota diam,
perlahan pula kita sadari akan suatu ketika,
suatu ketika yang telah lama kita kenal:
kau menghimpun ranting-aku menulis sajak
hening kita diam tanpa tegur sapa
~ketika itu, kau ada dimana?
Aku sedang coba menyusup dalam otak dan hatimu
tapi, kita tetap saja diam
lembayung senja berwarna merah
masih juga kita awasi mendung yang perlahan turun
didepan sana kota diam~mungkin sedang basah,
hujan senantiasa menyiram
kita tetap diam
hanya sajak bercerita
tentang hati yang karam
Monday, July 11, 2011
hanya aku
Thursday, July 7, 2011
merayu rindu
malam yang murung
dalam rindu rasa terkurung
bagaimana harus berkata 'tika hati berharap jumpa:
maka ijinkanlah,
ijinkanlah aku mencuri satu senyum
agar malam tak selalu beku
dan sungguh tiada kata
selain rasa
ingin selalu jumpa:
kau sungguh indah
Monday, July 4, 2011
tentang "sepenggal sajak asmara"
memang sudah niat, selepas senja tadi ingin kembali nengok catatan, ada beberapa belum terselesaikan, selebihnya masih dalam bentuk konsep. Seperti biasa, yang berhasil dan yang hebat-hebat langsung masuk mengisi buku harian, nanti juga terbaca setelah aku wafat, atau~dengan sedikit nekat dipublikasikan lewat blog atau group di facebook. Berat memang bertindak sebagai seorang 'Lone rangers' di negeri yang mewarisi segala bentuk tradisi feodalism ini. Ada satu sajak yang sudah dua tahun belum juga dapat dirampungkan, ngambang, sebenarnya semacam pesan untuk seorang, tapi untuk saat ini sudah tidak ada gunanya. Saya coba untuk menyelesaikannya tapi percuma, rasanya 'buntu' jadi percuma untuk dilanjutkan, memang sudah nasibnya sajak yang satu ini hanya sekedar sepenggal, sama seperti sepenggal episode asmara yang belum rampung~dilanjutkan, percuma. Ini sajaknya:
ada selembar bayang melambung diantara awan
kotamu berwajah gersang-suram
sayang, semoga asmara bukan lukisan muram
ada selembar bayang melambung diantara awan
kotamu berwajah gersang-suram
sayang, semoga asmara bukan lukisan muram
kota milikmu (selalu) bercerita
sudah dulu-dulu sekali kota ini cerita:
tentang bising peluru yang melayang
atau sekedar romantika perjuangan
~patut untuk selalu dikenang,
seperti juga mengenang almarhum kakek bercerita:
tentang aroma mesiu dan dentuman meriam
atau sekedar hafalan
tanggal peristiwa dan nama pejuang,
patutlah untuk selalu didengar
agar semangat tiada memudar
sudah dulu-dulu sekali kota ini punya kisah
dan ku rekam pula segala tentang kita:
kau-aku, cakrawala jadi saksi awal kita jumpa
di era yang katanya merdeka
kini, meski masa remaja telah purna
kota milikmu masih juga menyimpan cerita:
tentang bunga anggrek yang bermekaran
ditembok warisan kolonial
dan debu~diantaranya abu dari sebentuk rumah kayu
atau serpihan sepatu milik serdadu
Malang, masih menyimpan kenangan
teduh senyum darimu sayang
aku terdiam dalam kerinduan
tentang bising peluru yang melayang
atau sekedar romantika perjuangan
~patut untuk selalu dikenang,
seperti juga mengenang almarhum kakek bercerita:
tentang aroma mesiu dan dentuman meriam
atau sekedar hafalan
tanggal peristiwa dan nama pejuang,
patutlah untuk selalu didengar
agar semangat tiada memudar
sudah dulu-dulu sekali kota ini punya kisah
dan ku rekam pula segala tentang kita:
kau-aku, cakrawala jadi saksi awal kita jumpa
di era yang katanya merdeka
kini, meski masa remaja telah purna
kota milikmu masih juga menyimpan cerita:
tentang bunga anggrek yang bermekaran
ditembok warisan kolonial
dan debu~diantaranya abu dari sebentuk rumah kayu
atau serpihan sepatu milik serdadu
Malang, masih menyimpan kenangan
teduh senyum darimu sayang
aku terdiam dalam kerinduan
Sunday, July 3, 2011
asmara merdeka
sekali waktu
aku ingin menemanimu diangkasa
memandangi kibaran sang saka
mungkinkah?
Ketika kau bertanya:
kita sedang berkejaran
dilangit nusantara
Saturday, July 2, 2011
bukan sekedar kerinduan
pada sebentuk senyum dalam album
hanya ingin tuliskan sesuatu
agar malam tak selalu bisu
sebentar saja mampir ke albummu
ngintip senyum~pasti juga sudah kau ijinkan:
aku menjelajah keteduhan
ini malam aku mencuri pandang
dan yang ku tau kau sedang pulas diatas ranjang
bukan sekedar rindu 'tika ingin selalu menyapa
kehadiranmu sungguh jadi harapan yang nyata
malam kian memuncak sayang
senyummu menjelma dalam sajakku
sajak curian
sambil ngopi
kubacai sajak yang ku curi darimu
ada semacam kerinduan menjelma dalam kata
dan harapan tersampaikan disana
tiada peduli tatapan mu untuk siapa
tapi,
aku ingin ada disana
entah,
kepada siapa kata kau bisikkan
segala rasa tertumpah
akupun ingin menerima:
ucap caci-puji
dari sajak yang kucuri
kubacai sajak yang ku curi darimu
ada semacam kerinduan menjelma dalam kata
dan harapan tersampaikan disana
tiada peduli tatapan mu untuk siapa
tapi,
aku ingin ada disana
entah,
kepada siapa kata kau bisikkan
segala rasa tertumpah
akupun ingin menerima:
ucap caci-puji
dari sajak yang kucuri
Subscribe to:
Posts (Atom)